
BADKO HMI Jambi Ungkap Kegelisahan: Mungkinkah Gubernur Jambi Dimakzulkan?
Opini oleh:
Rian Jekh Nandha, S.H.
Ketua Bidang Politik dan Demokrasi
BADKO HMI Jambi
Istilah “pemakzulan” mengalami peningkatan popularitas dalam diskursus publik Indonesia belakangan ini, terutama setelah terjadinya demonstrasi besar-besaran di berbagai daerah. Salah satu kasus yang menjadi sorotan nasional adalah Kabupaten Pati, Jawa Tengah, di mana Bupati Sudewo menghadapi tekanan publik menyusul kebijakan kenaikan PBB-P2 sebesar 250% dari tarif sebelumnya.
Tuntutan masyarakat Pati kemudian memperoleh respons politik melalui pembentukan Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kabupaten Pati. Namun, fokus tulisan ini tidak tertuju pada Pati, melainkan pada dinamika pemerintahan di Provinsi Jambi.
Potensi Pemakzulan Kepala Daerah
Secara teoritis dan konstitusional, pemakzulan kepala daerah merupakan suatu kemungkinan yang dapat terjadi apabila terpenuhi syarat-syarat hukum dan politik yang relevan. Dalam konteks Provinsi Jambi, Gubernur Al Haris belakangan ini dihadapkan pada berbagai isu strategis yang menimbulkan keresahan publik, namun belum terlihat adanya langkah konkret dari pemerintah provinsi untuk merespons secara sistematis.
Beberapa isu yang menjadi perhatian antara lain:
- Kemacetan lalu lintas akibat aktivitas angkutan batubara di jalan umum yang belum tertangani secara efektif;
- Proyek multiyears bernilai triliunan rupiah yang belum menunjukkan progres signifikan;
- Defisit APBD yang terjadi secara berulang, dengan proyeksi penurunan sebesar Rp1 triliun pada tahun 2026;
- Peningkatan angka pengangguran hingga mencapai 4,48%;
- Kenaikan tingkat kemiskinan menjadi 7,26%.
Selain itu, praktik nepotisme semakin mengemuka, seperti pengangkatan anak Gubernur sebagai Ketua DPRD Kabupaten Merangin, serta penempatan sejumlah kepala OPD yang dinilai tidak sesuai dengan kompetensi dan latar belakang profesionalnya.
Sorotan juga diarahkan kepada Kepala Dinas PUPR Provinsi Jambi yang tidak memiliki latar belakang pendidikan teknis pembangunan daerah, namun gelarnya kerap dimanipulasi secara naratif sebagai “Sarjana Pembangunan Daerah (SPD)”.
Di ruang digital, narasi negatif terhadap Gubernur Jambi semakin meluas. Tidak sedikit komentar publik di media sosial yang berisi kritik tajam, bahkan kecaman, terhadap kinerja dan integritas kepemimpinan daerah.
Aspek Regulatif Pemakzulan
Secara terminologis, “pemakzulan” berasal dari kata “makzul” dalam bahasa Arab yang berarti penyingkiran atau pencopotan dari jabatan. Dalam sistem hukum Indonesia, istilah ini tidak digunakan secara eksplisit, namun esensinya tercermin dalam mekanisme pemberhentian kepala daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 78 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Kepala daerah dapat diberhentikan karena:
- Masa jabatan berakhir;
- Ketidakmampuan menjalankan tugas secara berkelanjutan selama 6 bulan;
- Pelanggaran terhadap sumpah/janji jabatan;
- Ketidakpatuhan terhadap kewajiban jabatan;
- Pelanggaran terhadap larangan jabatan;
- Perbuatan tercela;
- Rangkap jabatan yang dilarang;
- Penggunaan dokumen/keterangan palsu saat pencalonan;
- Penerimaan sanksi pemberhentian.
Pasal 76 ayat (1) UU 23/2014 juga mengatur larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah, antara lain:
1. Membuat keputusan yang menguntungkan pribadi, keluarga, kroni, atau kelompok politik secara bertentangan dengan hukum;
2. Mengambil kebijakan yang merugikan kepentingan umum atau mendiskriminatif terhadap warga negara;
3. Menyalahgunakan wewenang untuk keuntungan pribadi atau merugikan daerah;
4. Melakukan praktik korupsi, kolusi, nepotisme, serta menerima gratifikasi yang mempengaruhi keputusan;
5. Menjadi advokat dalam perkara pengadilan kecuali mewakili daerahnya;
6. Melanggar sumpah/janji jabatan;
7. Merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya yang dilarang oleh peraturan.
Berdasarkan ketentuan tersebut, kepala daerah yang terbukti melanggar larangan jabatan atau sumpah/janji jabatan, termasuk membuat kebijakan yang merugikan kepentingan umum, dapat diberhentikan melalui mekanisme politik dan hukum yang berlaku.
Langkah Strategis BADKO HMI Jambi
Sebagai Ketua Bidang Politik dan Demokrasi Badan Koordinasi (BADKO) HMI Jambi, saya menyatakan bahwa kami akan melakukan konsolidasi dengan cabang-cabang HMI di kabupaten/kota untuk mengkaji lebih lanjut potensi pemakzulan tersebut. Kajian ini akan dilakukan secara objektif, berbasis regulasi, dan mempertimbangkan aspirasi masyarakat.
HMI berkomitmen untuk senantiasa berpihak pada kepentingan rakyat, serta mendorong terwujudnya pemerintahan daerah yang akuntabel, transparan, dan berorientasi pada kesejahteraan publik. (*)